The Power Of Two
22.20The Power Of Two
Dalam mata kuliah media pembelajaran, saya diajarkan tentang the power of two
“kekuatan berdua”. Maksudnya adalah tentang bagaimana dua orang
mendiskusikan tentang sesuatu untuk dibuat sebuah rumusan. Ternyata,
dalam kehidupan nyatapun the power of two sangat dibutuhkan.
Lagi-lagi ini tentang dua orang manusia. Menguatkan dan dikuatkan.
Mengasihi dan dikasihi walaupun tidak berharap balasan dari tiap
mengasihi orang lain. Mencintai, dan dicintai.
Belum ada yang bisa memungkiri bahwa cinta memang membutuhkan the power of two untuk mendapatkan proses serta output yang
maksimal. Mungkin ini terlalu sulit dipikirkan, karena orang sudah
terlalu menerima bahwa cinta adalah rasa. Bukan mata, apa lagi teori.
Pandangan bahwa cinta adalah tentang rasa akhirnya seperti menghalalkan
dan menyetujui bahwa logika dalam cinta tidak lagi menjadi yang utama
karena nyatanya banyak yang logikanya dikalahkan oleh rasa.
Astaghfirullah..
Padahal banyak firman Allah yang mengutamakan orang-orang yang
berakal. Artinya, dalam Islampun akal (yang berkaitan dengan logika)
sangat diperhatikan. Misalnya “Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang ber akal (menggunakan pikirannya).” (QS. Yuusuf, 12: 111)
Dalam ayat tersebut secara tidak langsung
disampaikan bahwa orang-orang yang mampu mendapat pengajaran adalah
mereka yang berakal dan menggunakan pikirannya. Jadi, logika manusia
tetap selalu mempunyai peran utama.
Kembali lagi dengan cinta. Banyak yang berharap bahwa dalam sebuah
cinta, logika dan rasa menjadi dua hal yang bisa melengkapi (walaupun
sampai sekarang masih banyak yang tidak seimbang). Padahal dalam sebuah
hubungan, salah satu kekuatan the power of two (dalam cinta, ini
tentang pihak perempuan dan laki-laki) akan menuai manfaat tentang
keseimbangan logika dan rasa karena keduanya akan saling mengingatkan
tentang hal tersebut.
Ketika pihak laki-laki berusaha menenangkan pihak perempuan yang
sedang bimbang, secara tidak langsung hal tersebut adalah cara sang
lelaki mengingatkan dan mencoba mengajang pihak perempuan untuk ingat
akan keseimbangan dan rasa. Tidak jarang, dalam cintapun ada yang
namanya perselisihan, rasa sensitif antara satu sama lain, dan perbedaan
pendapat.
Jalan keluar yang paling indah adalah ketika salah satu pihak ada
yang mau mengalah dan tetap selalu mengungkapkan pikiran dan rasa
tentang bagaimana caranya membawa permasalahan tersebut agar bisa
dibicarakan bersama tanpa emosi yang meledak-ledak, dan tetap penuh
dengan rasa sayang. Orang sering bertanya, “kenapa harus mengalah? Sampai kapan mau mengalah? Apa tidak takut ditindas?”
Lagi-lagi manusia memang senang sekali suudzon (tanpa kita
sadari). Mengapa yang selalu disorot adalah dampak buruknya? Hal seperti
itu menjadikan kita lupa bagaimana menanggapi masalah dengan berpikir
positif. Pernahkah ada yang berpikir bahwa ketika ada pihak yang
mengalah dalam sebuah masalah, justru hal tersebutlah sisi lain the power of two.
Mengapa demikian? Karena pihak yang mengalah berusaha untuk
mengantisipasi pergolakan yang akan lebih mengkhawatirkan. Pihak yang
mengalah justru merupakan penyeimbang ketika terjadi perselisihan dalam
hubungan percintaan. Bukan hanya agar perselisihan tersebut cepat
berakhir, namun juga mengingatkan satu sama lain dengan tetap penuh rasa
sayang.
Cinta yang indah adalah ketika kedua pihak mampu menempatkannya
sebagai ajang untuk lebih memahami satu sama lain. Belajar mengungkapkan
emosi tanpa harus meledak-ledak dan melukai orang lain (dalam hal ini
pasangan). Dan belajar untuk saling mengingatkan. Betapa besar manfaat
the power of two sekalipun dalam urusan cinta. Ya, karena cinta adalah ‘kita’. Bukan ‘aku’ atau ‘kamu’.
0 komentar